(FKP dengan Tuan Rumah Universitas Udayana, Selasa, 22 Oktober 2024 dengan pembicara Ni Nyoman Jegeg Puspadewi (BPS Provinsi Bali), Anugerah Surya Pramana (BPS Kota Denpasar), Amrita Nugraheni Saraswaty (FEB Universitas Udayana), I Wayan Sukadana (FEB Universitas Udayana) dan Amrita Nugraheni Saraswaty (FEB Universitas Udayana).

Pandemi COVID-19 menghantam perekonomian Bali yang sangat bergantung pada pariwisata, dengan penurunan kunjungan wisatawan hingga 83% yang menyebabkan kontraksi ekonomi dengan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) turun hampir 10%. Ini menegaskan pentingnya diversifikasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan pada pariwisata. Sektor pertanian, yang menyumbang 13,73% PDRB dan menyediakan 18,94% lapangan kerja, menjadi fokus utama.  Ni Nyoman Jegeg Puspadewi (BPS Provinsi Bali) memberikan presentasi tentang sektor pertanian di Provinsi Bali yang sebagian besar didasarkan atas Sensus Pertanian (publikasi Tahap 1 dan Tahap 2). Sektor pertanian di Bali menjadi safety net selama pandemi COVID-19, namun kedepannya sektor ini menghadapi 3 tantangan salah satunya yaitu kurangnya minat generasi muda Bali terhadap sektor pertanian yang ditandai dengan berkurangnya jumlah petani berusia muda dan berkurangnya jumlah pekerja pertanian secara keseluruhan.

Selama pandemi banyak warga Bali beralih menjadi nelayan. Anugerah Surya Pramana (BPS Kota Denpasar) menjelaskan bahwa pada periode tersebut jumlah nelayan di Bali meningkat lebih dari dua kali lipat, dari 27.987 orang pada 2019 menjadi 62.302 orang pada 2021. Lonjakan ini mengungkapkan sektor kemaritiman memiliki potensi sebagai sektor yang memberikan alternatif pekerjaan saat sektor pariwisata mengalami penurunan. Pramana melakukan estimasi atas sub-sektor yang dianggap terkait erat dengan kemaritiman (blue economy), salah satunya dengan mengestimasi proporsi sektor makanan dan minuman yang lokasinya dekat laut. Lewat cara ini, ia mengestimasi bahwa blue economy yang terdiri dari tiga belas industri maritim berkontribusi sebesar 17,426% atau setara dengan 38,42 triliun rupiah terhadap PDRB Bali. Lebih lanjut, Pramana menjelaskan tentang kesempatan untuk diversifikasi blue economy dan pentingnya penerapan roadmap Ekonomi Kerthi Bali.

 Presentasi ketiga difokuskan pada topik dinamika peran dan pemanfaatan sumberdaya air di Bali. Saat ini Bali menghadapi defisit (permintaan lebih besar dari ketersediaan) air baku sebesar 5,75 m³/detik akibat penggunaan besar-besaran oleh industri pariwisata. Amrita Nugraheni Saraswaty (FEB Universitas Udayana menyatakan bahwa permasalahan ini  bukan hanya memengaruhi kebutuhan domestik (rumah tangga) tapi juga pariwisata dan ritual adat. Salah satu tantangan dalam menjaga keberlanjutan air adalah peraturan daerah yang kurang mengakomodasi kearifan lokal. Hal ini terjadi karena persepsi yang berbeda antar stakeholder di berbagai tingkat pemerintahan mulai dari level provinsi hingga sampai banjar adat. Saraswati menekankan dalam pengelolaan sumber daya air harus terus mengakomodasi kearifan lokal sebagai penunjang dalam pemanfaatan air secara adil dan berkelanjutan.

Presentasi terakhir diberikan oleh  I Wayan Sukadana (FEB Universitas Udayana) tentang transformasi pertanian di Bali. Alih fungsi lahan dari pemanfaatan untuk pertanian menjadi pariwisata telah memberikan tekanan besar pada petani kecil. Dominasi sektor pariwisata menyebabkan lahan pertanian, terutama subak yang merupakan sistem irigasi tradisional Bali, beralih fungsi menjadi proyek infrastruktur dan properti terkait pariwisata. Fenomena ini memicu penurunan daya saing  sektor pertanian dan memperburuk ketimpangan ekonomi di Bali. Fenomena Dutch Disease diperkirakan telah menjangkit ekonomi Bali di mana keuntungan besar dari sektor pariwisata menekan peningkatan daya saing sektor pertanian. Hal ini menimbulkan tantangan dalam mempertahankan budaya lokal yang bergantung pada keberlanjutan pertanian. Sukadana juga menyoroti bahwa transformasi lahan dan pasar properti memperparah ketidakseimbangan pembangunan antara wilayah pesisir yang berkembang dengan infrastruktur pariwisata dan daerah pedalaman yang masih bergantung pada pertanian. 

Dalam sesi diskusi muncul suatu refleksi dari Profesor I Komang Gde Bendesa (Universitas Udayana) terkait dualisme dalam perekonomian di Provinsi Bali. Di satu pihak, sektor pariwisata tumbuh dengan cepat dan menghasilkan nilai tambah yang sangat besar, namun di lain pihak ada sektor pertanian yang kecil nilai tambahnya. Apakah kedepannya sektor pertanian perlu dipertahankan? Bila ya, bagaimana bentuk pengembangannya?

 

Acara   ini dihadiri oleh 82 peserta melalui Zoom webinar dan lebih dari 100 peserta melalui YouTube live streaming.

Download slides (Ni Nyoman Jegeg Puspadewi)
Download slides (Amrita Saraswati)
Download slides (I Wayan Sukadana)