FKP dengan tuan rumah Program KOMPAK dengan narasumber Hilda Fachrizah (LPEM Universitas Indonesia) dan Luluk Lusiantoro (FEB Universitas Gadjah Mada). Kamis, 1 April 2021.
KEY POINTS:
- Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat rentan terhadap guncangan ekonomi terutama di masa pandemi. Dari sisi keuangan, masalah utama adalah pengeluaran yang bersifat tetap seperti gaji pekerja, pembayaran utang usaha, dan pembayaran tagihan. Pendapatan usaha juga mengalami penurunan signifikan dengan kisaran antara 40%-80%. Penyaluran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjarak cukup jauh dengan masa krisis UMKM, ditambah lagi tingkat pengetahuan usaha mikro akan program bantuan masih rendah.
- Ke depan perlu diberikan bantuan keuangan bagi UMKM, terutama untuk gaji pegawai termasuk pegawai informal. Untuk jangka menengah, bantuan diarahkan untuk akses perbankan, adopsi teknologi informasi, dan peningkatan keterampilan SDM. Terkait banyaknya UMKM yang menutup usahanya, karakteristik usaha yang bertahan perlu diteliti lebih lanjut. Data UMKM yang resmi dan akurat sangat krusial, perlu ada single platform dimana semua UMKM terdaftar dan segala informasi bisa diakses dari satu sumber.
SUMMARY
- UMKM sangat penting bagi perekonomian Indonesia, ia berkontribusi sebesar 61% terhadap PDB dan menyerap 97% tenaga kerja. Namun pada saat yang sama, UMKM sangat rentan terhadap guncangan ekonomi terutama di masa pandemi. Sebuah survei dilaksanakan untuk melihat dampak pandemi COVID-19 terhadap 2.535 UMKM di 17 provinsi di Indonesia pada bulan Agustus-September 2020. Berdasarkan hasil survei ini, Hilda Fachrizah (LPEM Universitas Indonesia) menjelaskan bahwa masalah yang dihadapi UMKM dapat dibagi menjadi masalah keuangan dan non-keuangan. Dari sisi non-keuangan UMKM menghadapi berkurangnya pesanan, peningkatan harga bahan baku, dan kesulitan distribusi. Dari sisi keuangan, masalah utama adalah pengeluaran yang bersifat tetap seperti gaji pekerja, pembayaran utang usaha, pembayaran tagihan, dll. Pendapatan usaha juga mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pola ini berlaku secara umum baik dari segi sektor, skala, maupun wilayah dengan kisaran penurunan pendapatan antara 40%-80%. Pendapatan UMKM mulai dirasakan menurun pada bulan Maret 2020, dengan pendapatan terendah bagi usaha mikro dan kecil terjadi di bulan April 2020 dan bagi usaha menengah di bulan Mei 2020.
- Penyaluran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjarak cukup jauh dengan masa krisis UMKM. Penyaluran PEN baru mencapai tingkat yang cukup tinggi pada September dan belum terserap seluruhnya hingga November. Hal ini menyebabkan PEN kurang efektif dalam memitigasi dampak pandemi. Selain itu, terdapat juga masalah pada tingkat pengetahuan dan pendaftaran program bantuan. Tingkat pengetahuan usaha mikro akan program bantuan masih rendah. Namun UMKM yang mengetahui adanya program antusias mendaftar, dapat dilihat dari tingkat pendaftaran program yang tinggi. Dari hasil survei, pengetahuan tentang program bantuan banyak berasal dari komunitas/asosiasi usaha. Usaha mikro yang tidak tergabung dalam asosiasi kemungkinan banyak yang tidak mendapat informasi tentang program tersebut. Penguatan asosiasi bisa menjadi jalur pemerintah untuk menyalurkan bantuan dengan lebih merata.
- Ada beberapa rekomendasi kebijakan yang dihasilkan oleh survei tersebut, antara lain: pertama, bantuan keuangan untuk gaji pegawai terutama pegawai informal dan bantuan tagihan yang tertunda. Kedua, di masa pemulihan, diperlukan bantuan hukum, bantuan perizinan, akses modal, dan bantuan ekspor agar UMKM dapat kembali berkembang. Ketiga, untuk jangka menengah (pasca pandemi), bantuan diarahkan untuk akses perbankan, adopsi teknologi informasi, dan peningkatan keterampilan SDM. Keempat, ekosistem usaha mikro dan kecil juga perlu diperbaiki dengan membangun infrastruktur yang memadai, komunitas yang peduli UMKM, akses pasar yang terintegrasi, akses sumber keuangan yang bervariasi, dan pendampingan program yang komprehensif.
- Luluk Lusiantoro (FEB Universitas Gadjah Mada) memberikan beberapa tanggapan atas paparan tentang kebijakan penanggulangan dampak pandemi terhadap UMKM sekaligus membahas kondisi UMKM dari pengalaman SONJO dalam membangun gerakan sosial ekonomi di Yogyakarta sebagai berikut:
- UMKM mudah mengganti usaha ketika mengalami kendala bisnis untuk menyesuaikan diri. Hal ini mungkin merupakan kelemahan sekaligus kekuatan UMKM yang lebih adaptif dan tangguh.
- Terkait banyaknya UMKM yang menutup usahanya, karakteristik usaha yang bertahan perlu diteliti lebih lanjut. Dari survei di Yogyakarta, beberapa UMKM justru mengalami kenaikan omset. Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa UMKM tersebut telah mengembangkan pemasaran digital sehingga sudah lebih siap dengan keadaan pandemi. Selain karakteristik UMKM, perubahan pola konsumsi masyarakat juga perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui jenis UMKM yang paling terdampak atau yang mampu bertahan.
- Terkait tidak tersedianya data UMKM yang resmi dan akurat, hal ini memang sangat krusial. Kalau tidak dapat dipantau dengan baik, program bantuan dan kebijakan akan sulit untuk efektif. Ke depan perlu ada single platform dimana semua UMKM terdaftar dan segala informasi bisa diakses dari satu sumber.
- Terkait dorongan agar UMKM tetap dapat membayar gaji pegawai, hal ini dianggap penting sebab dari wawancara yang dilakukan kebanyakan UMKM masih menerapkan relationship-based transaction, sehingga tetap memberi gaji pegawai meskipun sedang terseok-seok. Ditambah lagi UMKM sulit memecat yang pegawai terampil. Pegawai terampil yang sulit didapatkan kembali dapat mempersulit pemulihan UMKM di masa pasca-pandemi.
- SONJO merupakan gerakan komunitas di Yogyakarta yang bertumpu pada platform WhatsApp. Di SONJO, UMKM difasilitasi dengan etalase digital untuk memasarkan produk-produknya. Hal ini mendorong UMKM bergerak dan perlahan bertransformasi secara digital. Transformasi ini tidak mudah bagi sebagian UMKM sehingga pemerintah perlu membantu menjembatani penjual dan pembeli melalui e-commerce. Sebagai alternatif dari marketplace besar yang ada di Indonesia, komunitas dapat diberdayakan sebagai jembatan yang bersifat sukarela dan lebih inklusif bagi UMKM dimana komunitas dapat membangun pasar digital secara mandiri dan dengan biaya yang lebih terjangkau. SONJO berharap dapat menjadi ekosistem yang baik bagi UMKM untuk berkembang dengan fasilitasi dan komunitas yang kuat.