FKP dengan SMERU Institute dengan Mayang Rizky (The SMERU Research Institute), Ekky Syamsulhakim (The World Bank), dan Andhyta F. Utami (Think Policy Indonesia). Kamis, 8 Oktober 2020.
KEY POINTS:
- Di Indonesia proporsi anak yang tinggal di keluarga miskin lebih besar dibandingkan yang tinggal di keluarga kaya, sehingga ada kemungkinan yang besar bagi anak untuk terlahir di keluarga yang miskin. Anak yang terlahir miskin ketika dewasa memiliki penghasilan yang lebih rendah sebesar 87% dibandingkan anak yang terlahir tidak miskin. Artinya, mereka yang terlahir miskin punya kecenderungan tetap miskin karena dalam jangka panjang penghasilan mereka lebih rendah daripada yang terlahir tidak miskin.
- Salah satu program unggulan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antar generasi adalah Program Keluarga Harapan (PKH). Beberapa indikator utama menunjukkan bahwa PKH berdampak positif dalam jangka pendek dan/atau jangka panjang, misalnya dalam hal kunjungan pasca kelahiran; kelahiran yang dibantu tenaga profesional dan kelahiran di fasilitas kesehatan; tingkat pendaftaran dan kehadiran sekolah. Selain itu, ada dampak tidak langsung dalam hal menurunkan tingkat stunting dan angka pekerja anak.
SUMMARY
- Kemiskinan antar generasi terjadi ketika individu mengalami dampak jangka panjang dari kondisi kemiskinan yang dialami pada masa kanak-kanak. Di Indonesia saat ini proporsi anak yang tinggal di keluarga miskin lebih besar dibandingkan yang tinggal di keluarga kaya. Artinya seorang anak yang lahir di Indonesia memiliki kemungkinan yang besar untuk terlahir di keluarga yang miskin karena besarnya jumlah keluarga miskin dan kecenderungan keluarga miskin memiliki anak yang lebih banyak. Menggunakan data Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2000, 2007, dan 2014, studi yang dilakukan oleh The SMERU Research Institute mengikuti perkembangan 1.522 anak usia 8-17 tahun di tahun 2000 hingga mereka mencapai usia 22-31 tahun di tahun 2014 dan telah memiliki penghasilan. Data tersebut menunjukkan bahwa anak miskin cenderung punya nilai tes kognitif dan matematika yang lebih rendah dari rata-rata anak seumurnya. Selain itu, lama bersekolah juga lebih pendek dan kondisi dan akses kesehatan juga lebih rendah dibandingkan rata–rata.
- Hasil dari studi ini menunjukkan anak yang terlahir miskin ketika dewasa memiliki penghasilan yang lebih rendah sebesar 87% dibandingkan anak yang terlahir tidak miskin. Artinya, mereka yang terlahir miskin punya kecenderungan tetap miskin karena dalam jangka panjang penghasilan mereka lebih rendah daripada yang terlahir tidak miskin. Meskipun perbedaan penghasilan sudah mempertimbangkan indikator pendidikan (skor kognitif, skor matematika, dan lama bersekolah), namun tetap ada jarak yang signifikan antara anak miskin dan tidak miskin. Faktor kesehatan, jaringan pekerjaan, dan bantuan pemerintah (BLT dan Raskin) juga tidak mampu menyamakan penghasilan dengan anak yang tidak miskin. Studi ini meninggalkan pertanyaan soal masih banyaknya faktor-faktor penentu mobilitas ekonomi yang belum diketahui.
- Dengan temuan studi tersebut, menarik untuk melihat seberapa besar kontribusi mobilitas ekonomi dalam meningkatnya proporsi kelas menengah di Indonesia. Perlu ditelusuri apakah sebenarnya tumbuhnya kelas menengah ini lebih banyak berasal dari mereka yang memang terlahir sebagai kelas menengah atau banyak disumbangkan dari mobilitas kelas ekonomi yang lebih rendah. Selain itu, menarik juga untuk mendiskusikan faktor lingkungan yang mungkin berpengaruh mempertahankan ketimpangan tersebut. Perubahan iklim sebagai contoh dianggap dapat menjadi hambatan terjadinya mobilitas ekonomi sebab dampaknya tidak sama antara kelas menengah dan atas dengan kelas bawah.
- Salah satu program unggulan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antar generasi adalah Program Keluarga Harapan (PKH), yaitu program bantuan berkala berupa dana tunai bersyarat yang mewajibkan penerimanya untuk berinvestasi di pengembangan sumber daya manusia. Dalam jangka panjang bantuan ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengakumulasi modal manusia pada masyarakat miskin tersebut melalui syarat-syarat yang ditentukan di antaranya pemanfaatan fasilitas kesehatan dan kehadiran anak di sekolah. Studi terbaru memberikan evaluasi program ini setelah 6 tahun pelaksanaan. Mengapa evaluasi dilakukan setelah 6 tahun? PKH menentukan bahwa penerima bantuan harus “lulus” setelah 6 tahun mengikuti program tersebut dan diharapkan dampak jangka panjang telah dapat diobservasi.
- Hasil studi secara umum menunjukkan hasil PKH yang positif. Beberapa indikator utama antara lain:
- kunjungan pasca kelahiran: dalam jangka pendek (2 tahun) ada dampak positif terhadap frekuensi kunjungan pasca kelahiran, namun dalam jangka panjang (6 tahun) dampaknya tidak signifikan. Hal ini mungkin dikarenakan kunjungan pada kelompok kontrol (kelompok yang tidak mendapat bantuan lewat PKH) meningkat sehingga dampak pada kelompok PKH relatif tidak signifikan.
- proses melahirkan yang dibantu tenaga profesional dan kelahiran di fasilitas kesehatan: dampak pada jangka pendek tidak signifikan namun dalam jangka panjang dampak terobservasi signifikan.
- Imunisasi, pemberian vitamin A, dan kunjungan posyandu untuk anak: tidak ada dampak yang signifikan secara statistik untuk imunisasi dan vitamin A. Untuk kunjungan ke Posyandu, dampaknya signifikan dalam 2 tahun namun hilang dalam jangka panjang.
- tingkat pendaftaran dan kehadiran sekolah meningkat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. PKH juga ditemukan tetap sangat efektif dalam menurunkan angka tidak daftar sekolah terutama pada kategori umur yang ditargetkan, khususnya pada umur 13-15 tahun.
- Selain dampak langsung, ada beberapa dampak tidak langsung terhadap modal manusia setelah PKH berjalan selama 6 tahun. Perilaku kesehatan yang semakin baik akibat PKH kemudian meningkatkan capaian kesehatan lainnya, misalnya dampak terhadap stunting pada anak berusia 0 – 60 bulan yang menurun sebesar 23%. Selain itu, PKH juga menurunkan angka pekerja anak sebesar 48%. Dapat disimpulkan bahwa secara umum PKH memiliki dampak yang positif meskipun tidak semua indikator menunjukkan hasil signifikan. Indikator-indikator utama yang menjadi target utama PKH menunjukkan hasil yang baik dan sesuai dengan tujuan pelaksanaan.