FKP dengan tuan rumah Article 33 Indonesia. Kamis, 26 September 2024.
Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sampah dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Melalui Kebijakan dan Strategi Nasional (Jakstranas) Zero Waste Zero Emission, pemerintah menargetkan pengurangan emisi sebesar 40 juta ton CO2 ekuivalen dari sektor sampah pada tahun 2030. Meski Jakstranas menetapkan target pengelolaan sampah sebesar 100% pada 2025, capaian saat ini baru 63%, menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.
Novrizal Tahar, Direktur Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), memaparkan strategi pemerintah dalam mencapai target tersebut. Saat ini, sektor sampah menjadi salah satu dari lima sektor utama yang ditargetkan pemerintah untuk menurunkan emisi GRK, selain sektor energi, hutan, pertanian, dan industri. KLHK mengedepankan teknologi sepertiĀ Waste to Electricity, RDF (Refuse-Derived Fuel), dan Composting dengan maggot sebagai pendekatan utama. Di sisi lain, pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) akan ditingkatkan menuju sanitary landfill, yang secara efektif menangkap gas metana, gas dengan efek GRK 28 kali lebih kuat dibanding CO2. Penting juga untuk meningkatkan anggaran daerah hingga mencapai 3% untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah secara profesional dan modern.
Sementara itu, Ria Ismaria Dari Article 33 Indonesia mengangkat temuan awal studi kasus pengelolaan sampah di Kota Bandung yang menghadapi tantangan dalam pengelolaan sampah dari sumber. Saat ini, pengelolaan sampah di kota ini masih berbasis kesukarelaan oleh RT/RW, dengan empat tantangan utama: akses layanan yang tidak merata, kurangnya pemisahan sampah, pembayaran yang tidak konsisten dan mindset yang lebih berwawasan lingkungan dibanding hanya motif ekonomi semata. Dengan adanya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) untuk mengelola sampah yang didanai lewat mekanisme Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diharapkan pengelolaan sampah bisa lebih profesional dan efisien, termasuk dalam hal pengumpulan, pengolahan, dan transportasi residu ke TPA.
Pengalaman Kabupaten Banyumas dalam pengelolaan sampah juga disoroti oleh Arky Gilang Wahab, CEO PT Greenposa Adika Nusa. Di Banyumas, lebih dari 90% sampah dikelola oleh Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan UPTD setempat. Namun, KSM yang berperan penting dalam pengelolaan sampah masih memiliki kelemahan dalam aspek legalitas dan ketergantungan pada pemerintah, sehingga menyebabkan kompetisi yang tidak sehat di sektor ini.
Untuk meningkatkan pengelolaan sampah, Dewi Chomistriana (Sekretaris Umum IATPI) menekankan perlunya kebijakan teknis yang lebih jelas, alokasi anggaran yang lebih besar, serta pendidikan masyarakat terkait ekonomi sirkular. Pemerintah pusat perlu mengadvokasi agar alokasi anggaran daerah mendekati angka psikologis 3% dari APBD untuk mendukung upaya pengelolaan sampah yang lebih baik.
Secara keseluruhan, diskusi FKP kali ini menyoroti perlunya penguatan kelembagaan sebagai kunci pelayanan pengelolaan sampah 100% , peningkatan alokasi anggaran daerah, pembagian peran yang jelas antara regulator dan operator, serta pendekatan berbasis teknologi dan kolaborasi multi-stakeholder untuk mencapai pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan pengurangan emisi GRK di Indonesia.
Acara ini dihadiri oleh 111 peserta melalui Zoom Virtual Meeting.
Leave A Comment