FKP dengan Tuan Rumah Universitas Syiah Kuala, Selasa, 26 November 2024, dengan pembicara Profesor Nazamuddin (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala/FEB USK) dan Dr. Khalifany Ash Shidiqi (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta/FEB UMY) dengan moderator Dr. Putri Syathi (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Syiah Kuala/FEB USK).
Kemiskinan di Indonesia masih menjadi tantangan besar meskipun negara ini telah mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Ketimpangan yang mencolok antara daerah perkotaan dan pedesaan menunjukkan bahwa kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Dalam presentasinya, Profesor Nazamuddin mengungkapkan adanya variasi yang signifikan dalam tingkat kemiskinan di Indonesia, baik antar pulau maupun antar kabupaten. Penelitian yang beliau lakukan menggunakan metode Generalized Method of Moments (GMM) menunjukkan bahwa kemiskinan sangat dipengaruhi oleh Human Capital Index yang mengukur kualitas pendidikan, kesehatan, dan survival (peluang hidup hingga umur 5 tahun). Temuan ini menegaskan bahwa kemiskinan tidak hanya disebabkan oleh rendahnya pendapatan, tetapi juga oleh keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan yang relevan di pasar kerja.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa Human Capital Index, yang menggabungkan faktor pendidikan, kesehatan, dan survival memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kemiskinan. Artinya, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Namun ketika faktor-faktor tersebut dianalisis secara terpisah, rata-rata lama sekolah sebagai indikator pendidikan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya kualitas pendidikan di beberapa daerah, meskipun akses terhadap pendidikan semakin luas. Sementara itu, variabel kesehatan dan faktor lainnya menunjukkan pengaruh yang lebih signifikan dalam mengurangi kemiskinan.
Berdasarkan temuan ini, Profesor Nazamuddin dan tim peneliti memberikan tiga rekomendasi utama untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, salah satunya terkait kebijakan pendidikan. Beliau mengusulkan pemberian beasiswa, program rekrutmen khusus, dan perluasan kuota pendidikan untuk kelompok terpinggirkan atau daerah-daerah yang kurang berkembang. Tujuan kebijakan ini adalah memastikan pendidikan dapat memberikan dampak positif pada produktivitas dan secara berkelanjutan mengurangi kemiskinan. Dengan kebijakan ini, individu dari kelompok yang kurang beruntung atau daerah tertinggal akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mengakses pendidikan berkualitas, yang nantinya dapat membuka peluang kerja dan meningkatkan taraf hidup mereka dalam jangka panjang.
Pada sesi kedua, Dr. Khalifany Ash Shidiqi mempresentasikan penelitiannya tentang dampak ekspansi perguruan tinggi terhadap pernikahan antar etnis di Pulau Jawa. Penelitian ini menggunakan metode Instrumental Variables (IV) atau Two-Stage Least Squares (2SLS) untuk mengatasi masalah endogenitas antara pendidikan dan pernikahan antar etnis, dengan data yang diambil dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) Wave 6 (2014) dan data perguruan tinggi dari BAN-PT. Fokus utama dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh ekspansi perguruan tinggi terhadap kemungkinan terjadinya pernikahan antar etnis di Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspansi perguruan tinggi secara signifikan meningkatkan kemungkinan pernikahan antar etnis, dengan dampak yang lebih besar pada perempuan. Temuan ini mengindikasikan bahwa pendidikan tinggi mendukung mobilitas sosial, mengurangi ketergantungan finansial perempuan, serta meningkatkan interaksi antar etnis melalui migrasi dan perubahan norma sosial. Pendidikan tinggi terbukti tidak hanya meningkatkan potensi ekonomi individu, tetapi juga berperan dalam memperkuat integrasi sosial di masyarakat majemuk. Berdasarkan temuan ini, Shidiqi menyarankan agar pemerintah memperluas akses dan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, terutama di daerah terpencil. Tujuannya adalah untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia sekaligus memperkuat kohesi sosial melalui peningkatan integrasi etnis di Indonesia.
Dalam sesi diskusi, salah satu peserta dari Zoom bertanya mengenai penggunaan Generalized Method of Moments (GMM) dalam penelitian Profesor Nazamuddin, khususnya dibandingkan dengan analisis cross-sectional. Prof. Nazamuddin menjelaskan bahwa GMM lebih efektif karena dapat menangani data antar waktu, menghasilkan hasil yang lebih dinamis dan robust. Berbeda dengan cross-sectional, yang hanya mengandalkan data pada satu titik waktu, GMM menggabungkan informasi dari beberapa periode, sehingga lebih akurat dalam mengidentifikasi perubahan dan hubungan antara variabel. GMM juga mengatasi masalah endogenitas yang sering ditemukan dalam analisis cross-sectional, memberikan estimasi yang lebih reliabel dalam studi fenomena sosial yang berkembang seiring waktu.
Acara ini dihadiri oleh 72 peserta melalui zoom webinar dan 60 peserta melalui Youtube Live Streaming.
Leave A Comment