FKP dengan tuan rumah The SMERU Research Institute dengan narasumber Djoko Siswanto (Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional), Aris Munandar (Analis Kebijakan Ahli Muda pada Substansi ESDM, Kementerian Dalam Negeri), dan Hening Wikan (Peneliti, SMERU). Rabu, 26 Juni 2024.

KEY POINTS:

  1. Indonesia berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 atau lebih cepat, yang tercermin dalam berbagai regulasi nasional. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk dominasi PT PLN dalam penyediaan listrik, biaya tinggi pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan, dan keterbatasan anggaran daerah. Perlu adanya kebijakan yang memudahkan pelaku usaha membangun infrastruktur energi terbarukan serta peningkatan kewenangan pemerintah daerah untuk mendukung transisi energi secara efektif.
  2. Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menangani dampak sosial-ekonomi, seperti risiko kehilangan pekerjaan di sektor batu bara, dan memastikan partisipasi yang merata dalam inisiatif energi terbarukan. Namun, mereka menghadapi tantangan berupa kurangnya harmonisasi tata kelola energi antara pusat dan daerah, kapasitas fiskal yang terbatas, kerangka regulasi yang belum optimal dan lemahnya kolaborasi dengan pemangku kepentingan lain  untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan.

SUMMARY

  1. Dalam rangka mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC), Pemerintah Indonesia menargetkan penurunan emisi sebesar 31,89% secara mandiri dan 43,20% dengan dukungan internasional, yang diharapkan dapat sejalan dengan visi Net Zero Emission 2050. Peran pemerintah daerah menjadi krusial setelah disahkannya Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2023 yang memberikan kewenangan tambahan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan energi baru dan terbarukan. Dengan demikian, pemerintah daerah memiliki ruang untuk berpartisipasi dalam agenda transisi energi, dan kemampuan mereka dalam mengisi peran tersebut menjadi kunci untuk transisi energi yang berkeadilan.
  2. Djoko Siswanto (Dewan Energi Nasional) membahas pentingnya tata kelola energi dalam mencapai transisi energi yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. Ia menggarisbawahi bahwa peran pemerintah daerah sangat penting dalam mempercepat transisi energi sekaligus menangani dampak sosial-ekonomi yang muncul, seperti risiko kehilangan pekerjaan di sektor batu bara. 
  3. Temuan studi menunjukkan bahwa meskipun ada berbagai inisiatif untuk mendukung transisi energi di tingkat daerah, intensitasnya masih belum merata. Pemerintah daerah menghadapi berbagai tantangan, termasuk kapasitas fiskal yang terbatas dan kerangka regulasi yang belum optimal. Djoko juga menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah daerah dengan pemangku kepentingan lainnya untuk mewujudkan transisi energi yang berkeadilan.
  4. Aris Munandar (Kementerian Dalam Negeri) membahas upaya peningkatan peran pemerintah daerah dalam transisi energi. Ia memaparkan bahwa transisi energi merupakan komitmen nasional yang diatur oleh berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang dan Peraturan Presiden. Komitmen ini mencakup perlindungan lingkungan dan masyarakat dari dampak negatif perubahan iklim, penyediaan energi yang terjangkau, serta menjaga pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan transisi energi global.
  5. Kemendagri berperan dalam mendukung transisi energi melalui pengaturan tambahan kewenangan daerah di bidang energi terbarukan, serta program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Aris menekankan pentingnya memperkuat kewenangan pemerintah daerah, penggunaan dana daerah untuk pembangunan energi terbarukan, serta perlunya kebijakan yang memudahkan pelaku usaha dalam membangun infrastruktur energi terbarukan.
  6. Hening Wikan (Peneliti, SMERU) memaparkan peran pemerintah daerah dalam mendukung transisi energi berkeadilan di Indonesia berdasarkan studi yang dilakukan oleh SMERU. Beberapa temuan studi antara lain:
    • inisiatif untuk mendukung transisi energi di tingkat daerah sudah ada, namun intensitasnya belum merata di seluruh wilayah.
    • Pemerintah daerah memainkan peran kunci dalam percepatan transisi energi dan penanganan dampaknya, terutama dalam menghadapi risiko kehilangan pekerjaan di sektor batu bara, namun kerangka regulasi yang ada saat ini belum mampu meningkatkan partisipasi pemerintah daerah secara optimal, 
    • kapasitas fiskal yang terbatas menjadi hambatan utama bagi pemerintah daerah dalam menyusun dan melaksanakan program-program transisi energi.
    • penting bagi pemerintah daerah untuk berkolaborasi dan menjalin kemitraan dengan pemangku kepentingan lain, seperti KADIN, asosiasi usaha, NGO, dan lembaga keuangan.
Download slides (Hening Wikan)
Download slides (Djoko Siswanto)
Download slides (Aris Munandar)