FKP dengan Lembaga Demografi FEB UI dengan pembicara Chotib Hasan (Lembaga Demografi FEB UI). Kamis, 13 Agustus 2020.
Poin utama:
- Sekitar 22 persen dari pekerja di area metropolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) adalah pelaku komuter, tertinggi di antara 9 wilayah metropolitan lainnya di Indonesia. Peneliti Lembaga Demografi Universitas Indonesia menganalisa dampak durasi perjalanan terhadap status kesehatan para komuter dengan menggunakan data dari Survei Komuter Jabodetabek yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik.
- Penelitian ini menunjukkan bahwa durasi komuter berpengaruh negatif terhadap status kesehatan individu – semakin panjang durasi perjalanan, semakin buruk status kesehatan komuter. Dampak negatif juga ditemukan pada frekuensi berpindah moda transportasi, pengalaman stress, dan usia pelaku komuter. Komuter yang bertindak sebagai penumpang cenderung lebih sehat daripada komuter yang bertindak sebagai pengemudi. Namun, tidak ditemukan perbedaan status kesehatan terkait dengan gender komuter.
Ringkasan
- Pertumbuhan kota-kota di wilayah metropolitan Jabodetabek mengakibatkan beberapa masalah termasuk kemacetan lalu lintas yang dapat berdampak pada biaya perjalanan dan sosial yang lebih tinggi dan tingkat produktivitas pekerja yang lebih rendah. Berdasarkan Survey Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2017, 22 persen dari pekerja di area metropolitan Jabodetabek adalah pelaku komuter. Persentase ini tertinggi di antara 9 wilayah metropolitan lainnya di Indonesia. Penelitian yang ada sebelumnya mengindikasikan perjalanan yang panjang memiliki dampak terhadap kerugian ekonomi dan tingkat stres. Riset kali ini ingin melihat dampak durasi perjalanan terhadap status kesehatan para komuter.
- Penelitian ini menggunakan Survei Komuter Jabodetabek pada tahun 2019 dari Badan Pusat Statisitik (BPS). Data tersebut meliputi 12.960 sampel keluarga dengan total 43.532 individu. Informasi utama yang digunakan adalah status kesehatan. Status kesehatan ditentukan dengan melihat apakah individu memiliki minimal salah satu dari 9 tipe keluhan kesehatan selama satu bulan terakhir. Mereka yang sehat adalah yang tidak memiliki satu pun keluhan kesehatan. Sedangkan untuk durasi komuter, waktu dibagi menjadi 3 kategori yaitu kurang dari 30 menit, 31 menit sampai 60 menit, dan lebih dari 60 menit. Selain itu, penelitian ini juga melihat dampak dari frekuensi pergantian moda transportasi, status sebagai pengemudi, pengalaman stres, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan jenis aktivitas komuter terhadap status kesehatan.
- Deskripsi dari data yang tersedia menujukkan bahwa hanya 41% dari individu yang disurvei masuk dalam kategori sehat. Data juga menunjukkan waktu komuter, frekuensi pergantian moda transportasi, pengalaman stres, dan kelompok umur berkorelasi negatif dengan status kesehatan. Selain itu, jenis kelamin laki-laki dan status sebagai penumpang (bukan pengemudi) berkorelasi positif dengan status kesehatan.
Analisa data menggunakan Binary Logit Model menunjukkan bahwa durasi komuter berpengaruh negatif terhadap status kesehatan individu – semakin panjang durasi perjalanan, semakin buruk status Kesehatan komuter. Dampak negatif juga ditemukan pada frekuensi berpindah moda transportasi dan pengalaman stress. Komuter yang bertindak sebagai penumpang cenderung lebih sehat daripada komuter yang bertindak sebagai pengemudi. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dengan perempuan dalam hal status kesehatan. Komuter dengan pendidikan tinggi cenderung lebih sehat daripada komuter dengan pendidikan menengah. Terakhir, komuter dengan aktivitas kerja tidak lebih sehat dari komuter dengan aktivitas sekolah/kursus.