FKP dengan tuan rumah Bank Indonesia Institute dengan narasumber Dr Arnita Rishanty (Institut Bank Indonesia), Dr Donni Fajar Anugrah (Institut Bank Indonesia. Jumat, 21 Juni 2024
KEY POINTS:
- Penelitian tentang dampak perubahan iklim terhadap sektor keuangan menunjukkan bahwa perubahan iklim meningkatkan risiko kerugian dan gagal bayar pada portofolio perbankan di sektor-sektor beremisi karbon tinggi seperti batu bara, minyak dan gas, listrik, dan otomotif. Bank sentral dan pengawas keuangan perlu memfasilitasi transisi ke ekonomi rendah karbon dan mendukung rebalancing sektor-sektor berisiko tinggi.
- Penelitian tentang faktor-faktor inflasi harga pangan di Indonesia mengidentifikasi bahwa PDRB dan impor sangat mempengaruhi inflasi pangan, sementara faktor permintaan seperti upah dan harga pangan global juga signifikan. Subsidi pangan dan kebijakan impor efektif menstabilkan harga pangan, namun diperlukan keseimbangan untuk memperkuat supply dan mengatasi tantangan pertanian dalam negeri.
SUMMARY
- Acara dibuka oleh Dr Cicilia Anggadewi Harun (Kepala Pusat Riset Institut Bank Indonesia) yang menjelaskan misi dan kegiatan Institut Bank Indonesia dalam mendukung penelitian di Indonesia termasuk lewat research grant and penyelenggaraan konferensi dan networking di antara peneliti. Dalam acara ini Dr Citra Amanda (Institut Bank Indonesia) yang memandu jalannya diskusi. \
- Dalam acara ini dua peneliti dari Bank Indonesia Institute mempresentasikan penelitiannya. Dr Arnita Rishanty (Institut Bank Indonesia), Dr Donni Fajar Anugrah (Institut Bank Indonesia), dan Dr Citra Amanda (Institut Bank Indonesia). Dr Arnita Rishanty (Institut Bank Indonesia) menjelaskan penelitian yang menyoroti dampak perubahan iklim terhadap sektor keuangan. Fokus utama penelitian ini adalah apakah portofolio perbankan di sektor-sektor dengan emisi karbon tinggi, seperti sektor batu bara, minyak dan gas, listrik, dan otomotif, meningkatkan risiko kerugian (expected loss) dan tingkat gagal bayar (default rate) di sektor perbankan.
- Penelitian ini menggunakan kerangka kerja TRISK yang dikembangkan oleh lembaga 1in1000 untuk menilai risiko transisi iklim dan dampaknya terhadap portofolio kredit perbankan di sektor-sektor tersebut di Indonesia. Data kredit dari 1,567 observasi pada Desember 2022 digunakan dalam penelitian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar bank diperkirakan akan mengalami peningkatan signifikan dalam expected loss (EL) dan probability of default (PD) di sektor-sektor ini. Meskipun perubahan PD tertinggi terjadi di sektor batu bara, expected loss tertinggi diamati di sektor listrik karena eksposur besar yang dimiliki bank di sektor ini.
- Studi ini menekankan peran bank, termasuk bank sentral dan pengawas keuangan, sebagai badan pengatur dalam memfasilitasi transisi ke ekonomi rendah karbon dan mendukung proses rebalancing sektor-sektor dengan risiko tinggi dalam portofolio bank. Selain itu, studi ini juga menyajikan beberapa rekomendasi berdasarkan analisis untuk membimbing bank sentral, regulator keuangan, dan sektor keuangan secara luas dalam mengelola risiko iklim secara efektif.
- Penelitian kedua dipresentasikan oleh Dr Donni Fajar Anugrah (Institut Bank Indonesia) yang mencoba mengidentifikasi faktor-faktor permintaan dan penawaran yang relatif lebih penting terhadap inflasi harga pangan di Indonesia, serta mempertimbangkan apakah kebijakan sisi penawaran dapat digunakan secara efektif untuk mengendalikan inflasi harga pangan. Penelitian ini menyoroti tantangan yang dihadirkan oleh inflasi, baik bagi perekonomian global maupun domestik, yang semakin kompleks setelah pandemi Covid-19.
- Pada sisi penawaran, PDRB dan impor terbukti mempunyai pengaruh cukup besar terhadap fluktuasi inflasi pangan. Pengaruh faktor permintaan, seperti upah dan harga pangan global juga tidak dapat dianggap kecil. Penelitian ini juga menemukan bahwa selain kebijakan konvensional (suku bunga) yang berbasis permintaan, subsidi pangan juga mempunyai peran penting dalam menstabilkan harga pangan di Indonesia.
- Subsidi pangan, yang merupakan kebijakan sisi penawaran, terlihat mempunyai dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap inflasi pangan. Kebijakan impor pangan membantu menurunkan tekanan inflasi pangan. Untuk memperkuat penawaran, diperlukan upaya pemerintah lebih dalam dengan turut aktif mendukung investasi infrastruktur di sektor pertanian, terutama mendorong penerapan konsep smart farming. Perlu keseimbangan dalam penerapan kebijakan impor pangan, dimana di satu sisi menguatkan sisi supply, namun di sisi lain menjadi tantangan bagi pertanian dalam negeri.