FKP dengan tuan rumah The SMERU Research Institute dengan narasumber Hastuti (Peneliti, SMERU), Dyan Widyaningsih (Peneliti, SMERU), M. Firman HIdayat (Staf khusus Menteri Bidang Hubungan Internasional dan Perjanjian Internasional, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi), dam Arwan (Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bojonegoro). Jumat, 29 Oktober 2021.
KEY POINTS:
- Studi Lembaga Penelitian SMERU menemukan bahwa bansos membantu meringankan beban masyarakat miskin dan rentan dalam menghadapi dampak kebijakan PPKM pada tahun 2021 yang dirasakan lebih parah dari tahun sebelumnya. Namun demikian, dalam beberapa kasus, implementasinya masih menghadapi banyak masalah. Beberapa penerima tidak sesuai dengan target bantuan, data penerima bantuan tumpang tindih serta beberapa kasus keterlambatan pencairan dan distribusi yang tidak dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan.
- Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak up-to-date dan akibatnya banyak terjadi salah sasaran penerima program bantuan dan keterlambatan penyaluran bantuan. Tidak semua pemerintah kabupaten/kota memperbarui DTKS secara berkala, meskipun telah diamanatkan dalam UU No.13/2011. DTKS harus selalu up-to-date dan valid sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai sumber data yang terpercaya. Data yang up-to-date akan meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial baik dari sisi anggaran, ketepatan penerima, dan kecepatan penyaluran.
SUMMARY
- Dalam upaya menekan penyebaran COVID-19, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk membatasi pergerakan masyarakat dan terus melakukan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut. Pada awal Juli 2021, kebijakan itu disebut pembatasan kegiatan masyarakat darurat, atau PPKM Darurat, dan kemudian berganti nama menjadi PPKM tingkat 4–2. Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan fokus pada perluasan program perlindungan sosial dalam bentuk bantuan sosial. Pemerintah telah mengeluarkan dana yang cukup besar untuk program bansos, yakni Rp220,39 triliun pada 2020 dan Rp187,84 triliun pada 2021.
- Studi Lembaga Penelitian SMERU menemukan bahwa bansos membantu meringankan beban masyarakat miskin dan rentan dalam menghadapi dampak kebijakan PPKM pada tahun 2021 yang dirasakan lebih parah dari tahun sebelumnya. Program bantuan sosial berfungsi sebagai jaring pengaman yang menambah pendapatan penerima dan mengurangi pengeluaran mereka. Sebagian besar program bansos telah berjalan dengan baik dan tidak melanggar ketentuan. Namun demikian, dalam beberapa kasus, implementasinya masih menghadapi banyak masalah. Temuan SMERU menunjukkan bahwa beberapa penerima tidak sesuai dengan target bantuan. Beberapa masalah dalam penyaluran bantuan sosial antara lain data penerima bantuan yang tumpang tindih serta beberapa kasus keterlambatan pencairan dan distribusi yang tidak dilakukan dalam jangka waktu yang ditentukan. Studi SMERU juga menemukan masalah mengenai alur distribusi serta alur aplikasi dan pengajuan bantuan yang terlalu rumit.
- Karena pandemi masih terus berlanjut, program bantuan sosial juga masih perlu dilanjutkan. Tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir, dan masyarakat miskin dan rentan terus menderita dampaknya. Oleh karena itu, pemerintah perlu melanjutkan program-program bansos yang ada saat ini meskipun masih perlu dilakukan pembenahan. Keberlanjutan ini diperlukan untuk mencegah masyarakat miskin dan rentan menderita dampak pandemi yang lebih besar. Dari dua rapid assessment yang dilakukan SMERU pada periode April–Mei 2020, ditemukan bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) tidak up-to-date dan akibatnya banyak terjadi salah sasaran penerima program bantuan dan keterlambatan penyaluran bantuan.
- Sebagai instrumen utama untuk menentukan penerima berbagai program perlindungan sosial, DTKS harus selalu up-to-date dan valid sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai sumber data yang terpercaya. Data yang up-to-date akan meningkatkan efektivitas program perlindungan sosial baik dari sisi anggaran, ketepatan penerima, dan kecepatan penyaluran. Hal ini sangat penting, terutama saat kita berada dalam situasi darurat seperti COVID-19. Semakin efektif program perlindungan sosial, semakin besar kontribusinya terhadap keberhasilan percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di Indonesia yang ditargetkan pemerintah mencapai nol persen pada 2024. Namun studi menemukan bahwa tidak semua pemerintah kabupaten/kota memperbarui DTKS secara berkala, meskipun telah diamanatkan dalam UU No.13/2011.
- Motivasi pemerintah daerah untuk memutakhirkan DTKS dan kapasitasnya untuk melaksanakannya menjadi faktor penting dalam pemutakhiran DTKS. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas proses pemutakhiran data, perlu lebih fokus pada tahapan bimbingan teknis, musyawarah desa/kelurahan, dan pendataan (melalui kunjungan rumah). Walaupun pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk pemutakhiran DTKS, semua jajaran pemerintah harus memberikan dukungan mereka untuk memastikan bahwa upaya tersebut berkelanjutan dan berkualitas tinggi
- Pemerintah perlu memastikan keakuratan penerima bansos dengan melakukan pemutakhiran DTKS secara berkala dan menjaga kualitas data. Pemerintah harus memperbaiki rantai distribusi serta frekuensi penyaluran bantuan. Pemerintah juga perlu memastikan bantuan tersebut sampai ke penerima sesuai aturan. Untuk itu perlu adanya sistem pendukung berupa sistem pendistribusian, pengawasan, dan penanganan pengaduan yang efektif. Hal ini untuk memastikan bahwa penerima bantuan dapat mengambil manfaat yang maksimal dari bantuan tersebut.