FKP dengan tuan rumah The SMERU Research Institute dengan narasumber Lia Amelia (SMERU), Palmira Permata Bachtiar (SMERU), Muhyiddin (Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan), dan Mahatmi Parwitasari Saronto (Direktur Ketenagakerjaan, Kementerian PPN/Bappenas). Jumat, 14 Oktober 2021.
KEY POINTS:
- Melemahnya kinerja ekonomi selama pandemi COVID-19 berdampak pada menurunnya kemampuan dunia usaha untuk menyerap angkatan kerja di Indonesia. Pandemi berisiko memperpanjang waktu tunggu angkatan kerja baru, bahkan termasuk lulusan perguruan tinggi, untuk memperoleh pekerjaan. Studi yang dilakukan SMERU menemukan bahwa sebelum pandemi, setengah dari lulusan muda dalam studi ini berhasil mendapatkan pekerjaan dalam empat bulan, sementara saat pandemi dibutuhkan tujuh bulan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan.
- Angkatan kerja lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki tantangannya sendiri untuk masuk ke pasar kerja. Penyebab terbatasnya lowongan kerja adalah banyaknya pemberi kerja yang belum masuk ke dalam IPK. Perusahaan besar belum memanfaatkan Karirhub-Sisnaker karena sudah memiliki sistem rekrutmennya sendiri. Selain itu, para pencari kerja lulusan SMK masih mengeluhkan kesenjangan digital dan berbagai hambatan literasi digital dalam mengakses informasi kerja tersebut.
SUMMARY
- Melemahnya kinerja ekonomi selama pandemi COVID-19 berdampak pada menurunnya kemampuan dunia usaha untuk menyerap angkatan kerja di Indonesia. Pandemi berisiko memperpanjang waktu tunggu angkatan kerja baru, bahkan termasuk lulusan perguruan tinggi, untuk memperoleh pekerjaan. Lia Amelia, peneliti The SMERU Research Institute (SMERU), menjelaskan tentang studi yang dilakukan SMERU terkait durasi pencarian kerja angkatan kerja baru sebelum dan semasa pandemi. Studi tersebut menemukan bahwa sebelum pandemi, setengah dari lulusan muda dalam studi ini berhasil mendapatkan pekerjaan dalam empat bulan, sementara saat pandemi dibutuhkan tujuh bulan bagi mereka untuk mendapatkan pekerjaan. Studi ini juga menemukan bahwa variabel usia mempunyai pengaruh signifikan terhadap perolehan kerja pada masa pandemi. Lulusan baru berusia lebih tua memiliki posisi lebih baik dalam pasar kerja dan memiliki kesempatan yang lebih besar dan lebih cepat untuk memperoleh pekerjaan di saat pandemi.
- Diperlukan kebijakan untuk memulihkan kondisi ketenagakerjaan yang menyasar lulusan baru pada masa pandemi. Pemerintah perlu menyempurnakan implementasi program Kartu Prakerja yang memberikan pelatihan, pendampingan, dan konseling khusus bagi lulusan baru yang minim atau belum berpengalaman kerja. Pemerintah juga perlu mengevaluasi efektivitas program pelatihan dan pendampingan dengan mendata alumni pelatihan yang berhasil mendapatkan pekerjaan. Hal ini perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui area mana saja yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan efektivitas program yang diberikan.
- Sementara itu, angkatan kerja lulusan SMK memiliki tantangannya sendiri untuk masuk ke pasar kerja. Informasi Pasar Kerja (IPK) yang diamanatkan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam UU Cipta Kerja merupakan wacana kebijakan penting untuk membantu angkatan kerja baru agar terserap ke dalam pasar tenaga kerja di Indonesia. Palmira Bachtiar, peneliti senior SMERU, menjelaskan studi tentang informasi pasar kerja bagi pekerja lulusan SMK untuk menunjang pelaksanaan jaminan kehilangan pekerjaan. Studi tersebut menemukan bahwa penyebab terbatasnya lowongan kerja adalah banyaknya pemberi kerja yang belum masuk ke dalam IPK. Perusahaan besar belum memanfaatkan Karirhub-Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker), yaitu pusat informasi lowong kerja online yang dibentuk oleh Kementerian Ketenagakerjaan, karena sudah memiliki sistem rekrutmennya sendiri. Perusahaan-perusahaan tersebut masih nyaman menggunakan sistem yang ada saat ini, yaitu lembaga pelatihan kerja atau lembaga penempatan tenaga kerja swasta (LPTKS) dan lembaga latihan kerja (LPK). Oleh karena itu, LPTKS dan LPK perlu didorong untuk masuk ke dalam Karirhub-Sisnaker.
- Selain itu, para pencari kerja lulusan SMK masih mengeluhkan kesenjangan digital dan berbagai hambatan literasi digital. Survei telepon yang dilakukan terhadap 1.016 pekerja, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), dan pencari kerja lulusan SMK di Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bandung menunjukkan bahwa sebagian besar dari pencari kerja masih belum bisa membedakan lowongan asli dan palsu, sehingga banyak dari mereka masih mengirim CV ke lowongan palsu.
- Dalam upaya memperbaiki Karirhub-Sisnaker agar bisa menjadi IPK yang inklusif, pemanfaatan media sosial menjadi penting. Platform ini cenderung disukai oleh pencari kerja dan pengantar kerja di daerah. Pemanfaatan media sosial dapat dioptimalkan untuk mengintegrasikan pencari kerja ke dalam sistem IPK. Namun, selama masa transisi dari sistem manual ke digital, masih akan terus ada potensi lowongan kerja palsu. Pengantar kerja perlu melakukan verifikasi terhadap lowongan kerja yang terindikasi palsu tersebut. Pengantar kerja di Dinas Ketenagakerjaan kabupaten/kota adalah pihak yang menerapkan IPK dan memberikan konseling bagi pekerja yang ter-PHK dalam kerangka JKP. Oleh karena itu, perlu dipikirkan peningkatan kapasitas dan pemberian insentif bagi mereka.
- Menanggapi temuan tersebut, Muhyiddin dari Kementerian Ketenagakerjaan, menyebutkan konsolidasi data ketenagakerjaan penting untuk dilakukan. Banyaknya sumber data tentang ketenagakerjaan perlu diintegrasikan agar berkesinambungan. Pasalnya, sebagian daerah belum melaporkan informasi pasar kerja dan memiliki sistem sendiri dan sulit untuk diintegrasikan. Sementara Mahatmi Parwitasari Saronto, Direktur Ketenagakerjaan Bappenas, menyampaikan bahwa temuan SMERU tentang informasi pasar tenaga kerja bagi pekerja SMK mengkonfirmasi kebutuhan reformasi sistem informasi tenaga kerja (SIPK) yang tengah menjadi prioritas pemerintah. Ia menambahkan bahwa SIPK harus dapat menjalankan empat fungsi antara lain job-matching, bimbingan karir, mendukung penyaluran bantuan pemerintah, dan menjadi sumber data analisis pasar kerja. Agar bermanfaat bagi pengguna, SIPK harus memanfaatkan teknologi advanced secara smart, kolaborasi seluruh pihak terkait, dan dukungan kelembagaan (kebijakan, sistem dan sumber daya) yang kuat.