Kinerja ekonomi Bali tidak terlepas dari perkembangan kinerja pariwisata. Namun Pandemi COVID-19 menyebabkan sektor pariwisata menjadi lumpuh seiring dengan pembatasan mobilitas orang. Kunjungan wisatawan ke Bali bahkan menurun hingga 83% sehingga Provinsi Bali sempat mengalami kontraksi ekonomi paling parah di Indonesia dengan tingkat penurunan PDRB hampir 10%.
Berkaca pada pengalaman selama pandemi, dibutuhkan diversifikasi dan penguatan sektor lain di Provinsi Bali di luar sektor pariwisata. Pengembangan dan transformasi sektor pertanian dan kemaritiman, dan pemanfaatan lahan dan air yang berkelanjutkan, merupakan beberapa opsi diversifikasi perekonomian Bali ke depannya. Dalam seminar FKP ini, empat penelitian terkini tentang transformasi perekonomian Provinsi Bali akan dipaparkan oleh akademisi dari Universitas Udayana dan statistisi dari BPS Provinsi Bali dan Kota Denpasar.
Pembicara (abstrak di bagian bawah):
1. Ni Nyoman Jegeg Puspadewi (BPS Provinsi Bali): Potensi pertanian Provinsi Bali: menuju pertanian berkelanjutan
2. Anugerah Surya Pramana (BPS Kota Denpasar): Transformasi ekonomi Bali menuju Blue Economy
3. I Wayan Sukadana (FEB Universitas Udayana): From fields to fortunes: the transition of smallholder farms to capitalist ventures in Bali
4. Amrita Nugraheni Saraswaty (FEB Universitas Udayana): The dynamics of Balinese identity on water security
Selasa, 22 Oktober 2024 jam 14.00-16.00 WITA (13.00-15.00 WIB). Daring dalam Bahasa Indonesia
Registrasi: bit.ly/fkp1022
Abstrak:
Topik 1. Potensi pertanian Provinsi Bali: menuju pertanian berkelanjutan
Ni Nyoman Jegeg Puspadewi (BPS Provinsi Bali)
Pertanian Bali merupakan suatu kearifan lokal yang tidak hanya menjadi mata pencaharian, tetapi juga memiliki nilai budaya yang luhur dan telah diakui di tingkat dunia. Di tengah Pandemi Covid-19, pertanian Bali telah terbukti mampu tetap bertahan dan menjadi bantalan perekonomian, ketika berbagai sektor ekonomi lainnya terpuruk akibat terbatasnya mobilitas masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, berbagai tantangan sektor pertanian semakin mengemuka dan perlu mendapatkan perhatian bersama. Mulai dari alih fungsi lahan pertanian yang terus terjadi, para pelaku pertanian yang semakin menua dan masih jauh dari kata modern, serta pertanian yang masih diasosiasikan dengan kesejahteraan yang rendah dan semakin ditinggalkan.
Di balik tantangan yang dihadapi, terdapat peluang yang masih terbuka lebar untuk mewujudkan pertanian Bali yang tangguh dan berkelanjutan. Regenerasi petani dan modernisasi pertanian perlu terus digalakkan, dukungan kelembagaan perlu terus diperluas, serta dibutuhkan sinergi antara pertanian dan pariwisata. Beragam komoditas hasil pertanian Bali mulai dari padi, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman perkebunan, hasil ternak sampai hasil perikanan, seluruhnya berpotensi untuk dikembangkan. Namun jika dilakukan identifikasi lebih lanjut, komoditas-komoditas dari subsektor hortikultura diduga memiliki potensi yang cukup menjanjikan. Selain untuk konsumsi, komoditas pada subsektor hortikultura banyak dimanfaatkan dalam kebudayaan dan adat masyarakat Bali serta untuk mendukung berbagai aktivitas pariwisata.
Presentasi ini didasarkan dari hasil Sensus Pertanian 2023 yang telah diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik pada periode Juni-Juli 2023, serta berbagai sumber lain. Penelitian ini dilaksanakan bersama Kadek Muriadi Wirawan, Gde Harta Wijaya, SST, Ni Luh Putu Dewi Kusumawati, Dian Lestari Rahayuningsih, Taly Purwa, I Gede Heprin Prayasta, I Dewa Gede Antara Putra, dan Panca Dwi Prabawa (BPS Provinsi Bali)
Topik 2. Transformasi ekonomi Bali menuju Blue Economy
Anugerah Surya Pramana (BPS Kota Denpasar)
Indonesia adalah negara dengan hasil laut terbesar kedua di dunia. Salah satu provinsinya yang sedang mengembangkan potensi maritim adalah Provinsi Bali. Provinsi Bali memiliki keragaman hasil laut melimpah dan daya tarik pantai yang indah. Nilai tersebut menjadikan ekonomi Bali berpotensi beralih atau bertransformasi menjadi ekonomi berbasis kemaritiman. Teori pembangunan ekonomi maritim didasarkan pertama kali dari gagasan pengembangan sektor kemaritiman dalam peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di daerah maritim. Transformasi ekonomi adalah upaya dalam mengubah struktur ekonomi suatu wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, produktivitas, dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Salah satu tujuan diadakannya penelitian ini adalah melihat kontribusi industri lapangan usaha maritim ke perekonomian Provinsi Bali tahun 2021 melalui sumbangan pada PDRB-nya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis input-output. Didapat bahwa nilai total supply dan use Provinsi Bali di tahun 2021 adalah sebesar 399.963 miliar Rupiah dengan total PDRB sebesar 220.466,43 miliar Rupiah. Dari total PDRB Provinsi Bali di tahun 2021, sebanyak 17,43% atau sebesar 38.419,87 miliar Rupiah merupakan hasil dari tiga belas industri maritim. Terakhir, dilakukan simulasi dampak perekonomian untuk industri lapangan usaha maritim dengan diberikan injeksi sesuai dengan perkiraan Pemerintah Provinsi Bali.
Penelitian ini dilaksanakan bersama Etjih Tasriah (BPS RI)
Topik 3. Tourism boom and agrarian inequality in Bali: socioeconomic impacts and policy responses
I Wayan Sukadana (FEB Universitas Udayana)
This paper examines the socioeconomic impacts of the booming tourism industry in Bali on local smallholder farmers. Over the past 30 years, the tourism sector has significantly boosted Bali’s per capita income, health, and education levels. However, this growth has also led to increased inequality, both between sectors and regions. The service sector now dominates, while agriculture lags far behind, and there is a stark contrast between the prosperous southern tourist regions and the rural farming areas. Furthermore, there is growing disparity between the wealthy capitalists who control the tourism industry and the smallholder farmers, a divide that poses serious future challenges. This inequality is exacerbated by the capital-intensive nature of the tourism industry, which limits participation to a small elite, leaving the majority of the population to work as employees. The higher returns on capital investment, coupled with the local workforce’s social obligations, further widen the gap between local labor and the wealthy. This paper uses data from BPS publications, interviews with bureaucrats, and insights from industry players to analyze these dynamics and explores potential agricultural business models that could empower rural farmers amidst the rapid expansion of the tourism and property industries. The paper concludes with several micro-policy recommendations that could be empirically tested and broadly implemented to mitigate these inequalities.
Topik 4. The dynamics of Balinese identity on water security
Amrita Nugraheni Saraswaty (FEB Universitas Udayana)
An economic perspective for the common good can explain the dynamic of Balinese identity on water security as a negotiation between traditional cultural values and economic pressures. Balinese identity influences their attitudes and behavior regarding water management, emphasizing cooperation and harmony with nature. Economic pressures such as climate change, rapid urbanization, and tourism development, on the other hand, can put these traditional values under strain, forcing the Balinese to adapt and innovate in response to changing circumstances. Understanding and addressing water-related challenges in Bali requires an understanding of the relationship between economics, sociology, and Balinese identity. Water management policies and strategies must consider both economic and social factors to ensure that they are effective, equitable, and sustainable, as well as appropriate for the local context and can be effectively implemented by Balinese people.
Slides and video for past seminars:
Leave A Comment