Sistem pangan merupakan bagian integral dari tatanan sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu negara, termasuk Indonesia. Sistem ini sangat kompleks, melibatkan banyak pemangku kepentingan dan proses, mulai dari produksi hingga konsumsi, bahkan hingga pasca konsumsi. Ada pengakuan yang semakin meningkat bahwa biaya sesungguhnya dari sistem pangan melampaui transaksi ekonomi yang kasat mata. Secara global, FAO (2023) memperkirakan bahwa biaya tersembunyi global dari sistem agrifood pada tahun 2020 – yang timbul dari faktor-faktor seperti emisi gas rumah kaca dan nitrogen, penggunaan air, perubahan penggunaan lahan, pola makan yang tidak sehat, kekurangan gizi, dan kemiskinan – berjumlah hingga 12,8 triliun dolar (dalam dolar yg sudah disesuaikan dengan paritas daya beli/purchasing power parity atau PPP).

Biaya tersembunyi ini, yang sering diabaikan dalam analisis ekonomi konvensional, meliputi degradasi lingkungan, dampak kesehatan masyarakat, dan kesenjangan sosial. Masalah-masalah ini dapat menyebabkan praktik dan kebijakan yang mengancam keberlanjutan lingkungan, kesehatan masyarakat, dan keadilan sosial. Mengatasi biaya yang kurang diperhatikan ini adalah langkah pertama untuk memastikan bahwa sistem pangan berlangsung secara berkelanjutan.

Seminar ini akan membahas topik ini dalam konteks Indonesia, untuk lebih memahami biaya tersembunyi dan dampak sistem pangan Indonesia. Perhitungan atas biaya sebenarnya dari sistem pangan dapat mentransformasi sektor pertanian dan pangan Indonesia dan memberikan hasil positif bagi kesejahteraan manusia, ekonomi, dan lingkungan.

Acara akan berlangsung secara hybrid dalam Bahasa Indonesia dengan tuan rumah WRI Indonesia dan Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL).
Tanggal dan waktu: Selasa, 23 Juli 2024 jam 10.00-12.00 WIB (hybrid dalam Bahasa Indonesia)
Tempat: Ruang Kapuas, WRI Indonesia, Gedung Wisma PMI Lantai 3, Jl. Wijaya I No. 63, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (peta lokasi)
Pemateri: Romauli Panggabean (WRI Indonesia)

Penanggap:
1.       Jarot Indarto, PhD (Direktur Pangan dan Pertanian, BAPPENAS, dalam konfirmasi)
2.      Arianto Patunru, PhD (Crawford School of Public Policy, The Australian National University)

Registrasi kehadiran online: https://bit.ly/zoom-fkp-230724

Registrasi kehadiran offline/luring: https://bit.ly/luring-fkp-230724

Abstrak. Indonesia’s food system creates economic loss and negative externalities not reflected in the market price e.g., health problems and loss of productivity due to poor diets, environmental degradation, pollution, food waste, social conflict, and more. This study emphasizes the importance of incorporating the true cost, including societal losses due to health, environmental, economic, and social problems that result from current practices in the food and land use sector.

This study calculates economic, social, and environmental loss in monetary terms — or economic cost of externalities and inefficiency to the society — that arise from current production and consumption patterns in Indonesia’s food system. The study found that this hidden economic cost outweighs the market value produced by agriculture, food and beverage sectors. The social cost amounts up to $361.3 billion or approximately 35 percent of Indonesia’s GDP in 2018, which is greater than the entire economic value of output from agriculture sector and the food and beverages manufacturing sector with logistic ($241.44 billion or approximately 24 percent of Indonesia’s GDP) in 2018.

Health and environmental costs represent most of the total hidden economic costs, meaning the burden is borne widely beyond the agriculture and food production sectors to public health and environmental sectors. Agricultural workers, e.g., farmers, household farmers and smallholders and their families, are often burdened with the most cost in society.

 
Thumbnail hoto by Scott Warman on Unsplash