Proporsi penduduk miskin di Provinsi Maluku masih sangat tinggi, ~16% menurut estimasi terakhir, jauh lebih tinggi dari rerata nasional yang 9%. FKP minggu depan akan membahas dua penelitian terkait pengentasan kemiskinan di Provinsi Maluku bersama akademisi dari Universitas Pattimura.

Topik 1: Kemiskinan di daerah kepulauan dan strategi penanggulangannya: kasus Maluku
Pembicara Dr Jufry Pattilow (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura)

Topik 2: Pengembangan garam sebagai alternatif pendapatan masyarakat pesisir di pulau pulau kecil Kabupaten Maluku Barat Daya
Pembicara: Dr Yolanda Apituley (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura)

Kamis, 31 Oktober jam 10.00-11.30 WIB (GMT+7)/12.00-13.30 WIT. Daring dalam Bahasa Indonesia

Registrasi: bit.ly/fkp3110

Thumbnail photo by Jody A. Khomaro on Unsplash

Abstrak

Topik 1: Kemiskinan di daerah kepulauan dan strategi penanggulangannya: kasus Maluku
Dr Jufry Pattilow (Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pattimura)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan kemiskinan berdasarkan karakteristik wilayah kepulauan di Provinsi Maluku. Data yang digunakan adalah data potensi desa (PODES) yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik, serta data Indeks Desa Membangun (IDM) yang diterbitkan oleh Kementeriaan Desa dan PDTT. Metode analisis menggunakan Model Regresi Berganda yang melibatkan 10 variabel independen, terdiri dari 3 variabel pada aspek spasial dan 7 variabel pada aspek sosial-ekonomi, dengan unit analisis yang meliputi 1.198 desa di Provinsi Maluku.

Hasil analisis menunjukkan bahwa angka kemiskinan semakin tinggi pada pulau- pulau yang lebih kecil serta pulau-pulau yang terletak di wilayah terluar/ perbatasan. Sedangkan untuk pulau sedang/besar, kemiskinan makin tinggi pada wilayah non-pesisir (pedalaman) dibanding dengan wilayah pesisir. Kondisi tersebut tak terlepas dari peforma sosial-ekonomi masyarakat pada setiap wilayah kepulauan, dimana semakin baik akses masyarakat terhadap layanan pendidikan, akses layanan kesehatan, akses terhadap sumber-sumber ekonomi, akses terhadap layanan energi, akses informasi dan komunikasi, tingkat konektivitas, serta tata kelola pemerintahan desa, maka kemiskinan bertendensi untuk semakin menurun.

Implikasi dari temuan ini adalah pentingnya perhatian khusus dan kebijakan yang bersifat afirmatif dalam rangka meningkatkan konektivitas, keterbukaan ekonomi, serta akses masyarakat terhadap pemenuhan layanan dasar, terutama untuk pulau-pulau kecil, pulau-pulau terluar/perbatasan serta pedalaman pulau-pulau besar/sedang. Hal tersebut ditindaklanjuti dengan perbaikan infrastruktur dasar, peningkatan investasi yang ramah terhadap lingkungan kepulauan, serta penguatan kapasitas dan tata kelola pemerintahan desa guna mendukung program-program pemberdayaan masyarakat dan penguatan ekonomi lokal.

Topik 2: Pengembangan garam sebagai alternatif pendapatan masyarakat pesisir di pulau pulau kecil Kabupaten Maluku Barat Daya
Pembicara: Dr Yolanda Apituley (Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura)

Maluku memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang berlimpah. Kondisi dan lokasi geografis serta iklimnya turut mendukung kelimpahan sumberdaya alam tersebut, yang salah satunya adalah garam. Di Kabupaten Maluku Barat Daya, khususnya di Pulau Metimarang dan Wekenau, garam diproduksi masyarakat pesisir untuk kebutuhan produksi ikan olahan (ikan asin) dan hanya dalam jumlah sedikit untuk konsumsi masyarakat setempat. Proses produksi hanya dapat dilakukan pada bulan Juli – Desember dengan cara sederhana dan belum memperhatikan kebersihan yang mengakibatkan pemanfaatan produk ini terbatas, padahal manfaatnya sangat penting bagi kehidupan manusia maupun dunia industri. Proses produksi garam dilakukan dengan cara menampung air laut dan menjemurnya dalam kulit kerang kima Tridacna derasa yang diatur di atas pasir pesisir pantai. Penambahan air laut dilakukan seminggu sejak air laut pertama kali dimasukkan ke dalam kulit kerang dan seminggu kemudian air laut yang telah berbentuk kristal dikumpul dan disimpan di dalam karung plastik. Selama dua minggu proses pembuatan garam, seorang petani garam dapat mengumpulkan Ā± 18-20kg tergantung dari jumlah kulit kerang yang dimiliki dan cuaca pada saat itu. Ikan asin yang dihasilkan dibawa ke Pulau Moa, Leti, Tepa dan Damar untuk dibarter dengan cengkih, pala, sopi serta jagung dan singkong yang telah dikeringkan. Tidak jarang juga ikan asin dikirim ke Ambon dan dijual dengan harga Rp70.000 – Rp75.000/kg. Pengembangan produksi garam yang berkualitas harus dilakukan Pemerintah, agar dapat menjadi alternatif sumber pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan pekerjaan dan menurunkan angka kemiskinan masyarakat di MalukuĀ  serta turut memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi daerah.