FKP dengan tuan rumah LPEM FEB UI dengan narasumber Prani Sastiono (LPEM FEB UI) Chaikal Nuryakin (LPEM FEB UI), Sulistiadi Dono Iskandar (LPEM FEB UI), dan Faradina Maizar (LPEM FEB UI). Tuesday, 18 May 2021.
KEY POINTS:
- Pemerintah berusaha meningkatkan inklusi keuangan melalui branchless banking (Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif/Laku Pandai). Prani Sastiono (LPEM FEB UI) dan Chaikal Nuryakin (LPEM FEB UI) menjelaskan studi tentang perilaku menabung masyarakat berdasarkan bukti dari program bank tanpa cabang Laku Pandai yang merupakan program dari Otoritas Jasa Keuangan. Studi mereka menemukan bahwa masih diperlukan perbaikan dalam hal, antara lain, perbaikan pengetahuan dan informasi yang dimiliki agen; penguatan trust antara agen dan nasabah; dan perbaikan struktur insentif bagi agen.
- Menabung menjadi lebih relevan dari sebelumnya di era pandemi COVID-19 ini, khususnya untuk negara berkembang dengan sistem perlindungan sosial yang kurang maju seperti Indonesia. Literatur yang ada menunjukkan bahwa wanita di negara berkembang lebih bijaksana dalam hal keputusan keuangan. Dono Iskandar (LPEM FEB UI) dan Fardina Maizar (LPEM FEB UI) melakukan studi tentang peran istri dalam keputusan menabung di keluarga menggunakan data panel dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2000, 2007, dan 2014. Studi tersebut menemukan bahwa keterlibatan istri dalam proses pengambilan keputusan akan meningkatkan tabungan rumah tangga sebesar 24%.
SUMMARY
- Pemerintah berusaha meningkatkan inklusi keuangan melalui branchless banking (Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif/Laku Pandai). Bank tanpa cabang ini memungkinkan bank untuk menembus daerah terpencil dan pedesaan melalui agen perwakilan mereka. Prani Sastiono (LPEM FEB UI) dan Chaikal Nuryakin (LPEM FEB UI) menjelaskan studi tentang perilaku menabung masyarakat berdasarkan bukti dari program bank tanpa cabang Laku Pandai yang merupakan program dari Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia.
- Meskipun jumlah agen Laku Pandai meningkat secara masif, jumlah pembukaan rekening dan nilai tabungan tidak meningkat secara ekspansif, padahal telah tersedia BSA (Basic Saving Account) yang tidak mengenakan biaya administrasi dan transaksi. Kekurangan uang adalah alasan yang paling sering disebutkan untuk tidak memiliki rekening tabungan. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam mengungkap hambatan untuk menabung dan dampak dari pencabutan hambatan tersebut, namun yang mengeksplorasi peran kepercayaan dalam kepemilikan rekening dan keputusan menabung masih terbatas.
- Dari studi, ditemukan terdapat masalah pengetahuan dan informasi dari agen. Agen Laku Pandai justru membukakan rekening biasa bagi nasabahnya, bukan BSA. Beberapa agen tidak mengerti prosedur pembukaan akun referral yang dapat menghasilkan komisi kepada agen, sehingga ada indikasi kurangnya informasi tentang pembukaan rekening. Sebenarnya ada potensi insentif berupa pendapatan komisi yang diharapkan di masa depan dari transaksi perbankan, namun tidak semua agen mengetahui insentif ini.
- Selain itu, mutual trust menjadi hal penting dalam membuka rekening, sebagian besar pengguna harus dekat dengan agen secara pribadi saat membuka akun. Diperlukan rasa saling percaya antara agen dan pengguna dalam menyelesaikan pembukaan rekening referral karena adanya kemungkinan penggunaan rekening keuangan untuk tujuan yang tidak baik. Di sisi agen, insentif agen untuk pembukaan rekening BSA masih rendah, terutama untuk agen yang sudah besar/memiliki banyak klien.
- Pembukaan rekening BSA masih terhambat proses yang terlalu ketat. Proses KYC (know your customer) bank lebih ketat dari yang diatur oleh OJK untuk membuka rekening BSA. Faktor kepercayaan agen atau kebijakan internal bank mengharuskan proses KYC dalam pembukaan rekening lebih berhati-hati. Hasilnya, prosedur pembukaan rekening rumit dan memakan waktu lama. Hal ini ikut menghambat akselerasi pembukaan rekening BSA bagi masyarakat.
- Ada beberapa hal lain terkait isu yang perlu diperbaiki terkait rekening BSA agar penggunanya semakin meningkat. Pertama, perlu ada perbaikan informasi, termasuk informasi tentang produk-produk BSA. Kedua, perlu perbaikan pada ketidaksesuaian dalam insentif dan biaya dalam memberikan layanan Laku Pandai baik di tingkat agen dan tingkat bank, terutama terkait pembukaan akun BSA. Ketiga, dibutuhkan perbaikan dalam pemberian review/ulasan agen dan klien sebagai upaya transparansi. Review agen dan klien dibutuhkan untuk membentuk mekanisme yang mendorong rasa saling percaya. Kepercayaan adalah penghalang inklusi keuangan yang penting dan perlu diteliti lebih dalam.
- Menabung menjadi lebih relevan dari sebelumnya di era pandemi COVID-19 ini, khususnya untuk negara berkembang dengan sistem perlindungan sosial yang kurang maju seperti Indonesia. Banyak keluarga yang harus mengandalkan tabungannya untuk konsumsi sehari-hari, terutama bagi mereka yang bekerja di sektor informal. Literatur yang ada menunjukkan bahwa perempuan yang lebih berdaya dalam masyarakat akan menghasilkan hasil keuangan yang lebih baik bagi rumah tangga. Selain itu, wanita di negara berkembang lebih bijaksana dalam hal keputusan keuangan. Dono Iskandar (LPEM FEB UI) dan Fardina Maizar (LPEM FEB UI) melakukan studi tentang peran istri dalam keputusan menabung di keluarga menggunakan data panel dari Indonesia Family Life Survey (IFLS) tahun 2000, 2007, dan 2014.
- Studi ini menemukan bahwa jika istri terlibat dalam proses pengambilan keputusan, ini akan menyebabkan peningkatan tabungan rumah tangga sebesar 24% dibandingkan dengan rumah tangga di mana istri tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Pengaruh keterlibatan istri dalam keputusan menabung meningkat untuk rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Meskipun efeknya tampaknya meningkat untuk rumah tangga yang lebih miskin, pengaruh keterlibatan istri pada tingkat tabungan tidak ada untuk rumah tangga yang lebih kaya. Perilaku menabung perempuan cenderung memudar saat menjadi lebih kaya. Hasil ini mungkin terkait dengan temuan perilaku pembelian kompulsif yang lebih umum dan lebih sering terjadi pada wanita daripada pria (McElroy et al. 1995).
- Hasil ini dapat menjadi dasar bagi Pemerintah Indonesia dalam mempromosikan lebih banyak program yang dapat meningkatkan daya tawar perempuan, seperti program yang memungkinkan perempuan memiliki lebih banyak akses ke pasar tenaga kerja atau memperoleh pendidikan tinggi karena keduanya terkait dengan daya tawar perempuan yang lebih tinggi di Indonesia. Hasil ini penting untuk menjadi dasar bagi pemerintah dalam mendorong kebijakan yang lebih responsif terhadap gender.